A.
Pembelajaran
Akidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah
1.
Pembelajaran
Pendidikan
adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SD/MIM)
melalui kegiatan pengajaran. Ada dua buah konsep kependidikan yang berkaitan
dengan lainnya, yaitu belajar ( learning ) dan pembelajaran (
instruction ). Konsep belajar berakar pada pihak peserta didik dan konsep
pembelajaran berakar pada pihak pendidik.
Dalam
proses belajar mengajar (PBM) akan terjadi interaksi antara peserta didik dan
pendidik. Peserta didik adalah seseorang atau sekelompok orang sebagai pencari,
penerima pelajaran yang dibutuhkannya, sedang pendidik adalah seseorang atau
sekelompok orang yang berprofesi sebagai pengolah kegiatan belajar mengajar dan
seperangkat peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar
mengajar yang efektif.
Belajar menurut Abdul Mukti
mempunyai beberapa dimensi, yaitu: pertama belajar ditandai oleh adanya
perubahan pengetahuan, sikap, tingkah laku dan ketrampilan yang relative tetap
dalam diri seseorang sesuai tujuan yang diharapkan. Kedua, belajar terjadi
melalui latihan dan pengalaman yang bersifat komulatif. Ketiga belajar
merupakan proses aktif konstruktif yang terjadi melalui mental proses. Mental
proses adalah serangkaian proses kognitif yang meliputi persepsi (perception),
perhatian (attention), mengingat (memori), berpikir (thinking, reasoning)
memecahkan masalah dan lain-lain.[1]
Pembelajaran mempunyai arti yang
sangat berbeda. Belajar menurut Morris L. Bigge seperti yang dikutip Max
Darsono, dkk. Adalah perubahan yang menetap dalam diri seseorang yang tidak
dapat diwariskan secara genetis. Selanjutnya Morris menyatakan bahwa perubahan
itu terjadi pada pemahaman (insight), perilaku, persepsi, motivasi, atau
campuran dari semuanya secara sistematis sebagai akibat pengalaman dalam
situasi-situasi tertentu.[2]
Pembelajaran menurut Oemar Hamalik
adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, internal
material fasilitas perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai
tujuan pembelajaran.[3]
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang
meliputi guru dan siswa yang saling bertukar informasi. Menurut D. Sudjana
Pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan
kegiatan belajar.[4]
Pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan terencana
yang mengondisikan / merangsang seseorang agar dapat belajar dengan baik sesuai
dengan tujuan pembelajaran.[5] Dari
pengertian tersebut nampak bahwa pembelajaran adalah proses yang kompleks,
didalamnya mencakup proses / kegiatan belajar dan kegiatan mengajar.
Sedangkan Mulyasa berpendapat,
pembelajaran pada hakekatnya adalah interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
Dalam pembelajaran tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik
faktor internal yang datang dari diri individu, maupun faktor eksternal yang
datang dari lingkungan individu.[6]
Adapun beberapa ciri-ciri pembelajaran yaitu :
a. Memiliki
tujuan yaitu untuk membentuk anak dalam suatu perkembangan tertentu.
b. Terdapat
mekanisme, prosedur, langkah-langkah, metode, dan tehnik yang direncanakan dan
didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
c. Materi
jelas, terarah dan terencana dengan baik.
d. Adanya
activitas anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya pembelajaran.
e. Actor
guru yang cermat dan tepat.
f. Terdapat
pola aturan yang ditaati guru dan anak didik dalam proporsi masing-masing.
g. Adanya
waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
h. Evaluasi,
baik evaluasi proses maupun evaluasi produk.[7]
Sedangkan
teori pembelajaran Menurut Bruner
ada dua yaitu preskriptif dan deskriptif. Dikatakan teori
preskriptif karena tujuan utama dalam pembelajaran adalah menetapkan
strategi dan metode pembelajaran yang optimal dalam melakukan pembelajaran
aqidah dan dikatakan deskriptif
karena tujuan utama teori ini adalah
bagaimana menetukan hasil belajar atau memeriksa proses belajar yang akan
meraih suatu perubahan pada peserta didik. Teori deskriptif menaruh perhatian
pada hubungan bagaimana menentukan hasil
belajar (perubahan) atau sebagaimana seseorang belajar untuk menggapai
suatu perubahan tersebut. Teori
preskriptif yaitu menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang
lain agar terjadi hal belajar. Teori preskriptif adalah suatu teori
yang disebut goal oriented yang berarti untuk mencapai tujuan, sedangkan teori
deskriptif adalah suatu teori yang disebut goal free yang berarti
untuk memberikan atau menentukan hasil.[8]
Metodologi
mengajar dalam dunia pendidikan perlu dimiliki oleh pendidik, karena
keberhasilan Proses Belajar Mengajar (PBM) bergantung pada cara mengajar
gurunya. Jika cara mengajar gurunya enak menurut siswa, maka siswa akan tekun,
rajin, antusias menerima pelajaran yang diberikan sehingga diharapkan akan
terjadi perubahan dan tingkah laku pada siswa baik tutur katanya, sopan
santunnya, motorik dan gaya hidupnya.
Secara substansial mata pelajaran Akidah Akhlak
memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk
mempraktikkan akhlak al-karimah sejak dini oleh peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari, terutama dalam rangka mengantisipasi dampak negatif era
globalisasi dan krisis multi dimensional yang melanda bangsa dan negara
Indonesia
.
2.
Pengertian
Akidah Akhlak
Menurut
bahasa, kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu [عَقَدَ-يَعْقِدُ-عَقْدً] artinya adalah mengikat atau mengadakan
perjanjian. Dalam
Buku, Suplemen Ensiklopedi Islam ( 2002 : 24), kata Aqidah berakar dari
kata ‘ aqada-ya’qidu, yang berarti menyimpulkan atau mengikatkan tali
dan mengadakan perjanjian. Dari kata ini muncul bentuk lain, seperti I’tiqada-ya’taqidu
dan I’tiqad, yang berarti mempercayai, menyakini, dan keyakinan.
Sedangkan
Aqidah menurut istilah adalah urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan
diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat
digoncangkan oleh keragu-raguan.
Dalam
definisi yang lain disebutkan bahwa aqidah adalah sesuatu yang mengharapkan
hati membenarkannya, yang membuat jiwa tenang tentram kepadanya dan yang
menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
Berdasarkan
pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa aqidah adalah dasar pokok kepercayaan
atau keyakinan hati seorang muslim yang bersumber dari ajaran Islam yang wajib
dipegang oleh setiap muslim sebagai sumber keyakinan yang mengikat.
Sementara
kata “akhlak” juga berasal dari bahasa Arab, yaitu [خلق] jamaknya [أخلاق] yg artinya tingkah laku, perangai,
tabi’at, watak, moral atau budi pekerti. Dalam Kamus Bahasa Indonesia[9],
akhlak dapat diartikan budi pekerti, tabiat, kelakuan, watak. Jadi, akhlak merupakan sikap yang telah
melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau
perbuatan. Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama,
maka disebut akhlak yang baik atau akhlaqul karimah, atau akhlak mahmudah. Akan
tetapi apabila tindakan spontan itu berupa perbuatan yang jelek, maka disebut
akhlak tercela atau akhlakul madzmumah.
Akhlak
ataupun budi pekerti memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Akhlak
yang baik akan membedakan antara manusia dengan hewan. Manusia
yang berakhlak mulia, dapat menjaga kemuliaan dan kesucian jiwanya, dapat
mengalahkan tekanan hawa nafsu syahwat syaitoniah, berpegang teguh kepada
sendi-sendi keutamaan. Menghindarkan diri dari sifat-sifat kecurangan,
kerakusan dan kezaliman. Manusia yang berakhlak mulia, suka tolong menolong
sesama insan dan makhluk lainnya. Nabi s.a.w. bersabda yang maksudnya
adalah : "Sesungguhnya
aku diutus adalah untuk menyempurnakan budi pekerti (akhlak) yang
mulia." (H.R.Ahmad).
Akhlak yang
buruk akan membinasakan seseorang insan dan juga akan membinasakan ummat manusia.
Manusia yang mempunyai akhlak yang buruk senang melakukan sesuatu yang merugikan
orang lain. Senang melakukan kekacauan, senang melakukan perbuatan yang tercela,
yang akan membinasakan diri dan masyarakat seluruhnya. Nabi s.a.w. bersabda
yang bermaksud: "Orang Mukmin yang paling sempurna imannya, ialah yang
paling baik akhlaknya." (H.R.Ahmad).
3.
Dasar
Akidah Akhlak
Dasar
Akidah Akhlak dalam hukum Islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Al Qur’an dan Al
Hadits adalah pedoman hidup dlm Islam yg menjelaskan kriteria atau ukuran baik
buruknya suatu perbuatan manusia. Dasar aqidah akhlak yang pertama dan utama
adalah Al Qur’an dan ketika ditanya tentang aqidah akhlak Nabi Muhammad SAW,
Siti Aisyah berkata.” Dasar aqidah akhlak Nabi Muhammad SAW adalah Al Qur’an.”
Islam
mengajarkan agar umatnya melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk.
Ukuran baik dan buruk tersebut merujuk dalam Al Qur’an. Karena Al Qur’an
merupakan firman Allah, maka kebenarannya harus diyakini oleh setiap muslim.
Dasar
aqidah akhlak yang kedua bagi seorang muslim adalah Al Hadits atau Sunnah Rasul.
Untuk memahami Al Qur’an lebih terinci, umat Islam diperintahkan untuk
mengikuti ajaran Rasulullah SAW, karena perilaku Rasulullah adalah contoh nyata
yang dapat dilihat dan dimengerti oleh setiap umat Islam (orang muslim).
4.
Tujuan Akidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah
Mata pelajaran Akidah Akhlak
di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan
untuk membekali peserta
didik agar dapat :
a) Memupuk
dan mengembangkan dasar ketuhanan yang sejak lahir. Dengan naluri ketuhanan,
manusia berusaha untuk mencari Tuhannya, kemampuan akal dan ilmu yang
berbeda-beda memungkinkan manusia akan keliru mengerti Tuhan. Dengan aqidah
akhlak, naluri atau kecenderungan manusia akan keyakinan adanya Tuhan Yang Maha
Kuasa dapat berkembang dengan benar
b) Aqidah
akhlak bertujuan pula membentuk pribadi muslim yang luhur dan mulia. Seorang
muslim yang berakhlak mulia senantiasa bertingkah laku terpuji, baik ketika
berhubungan dengan Allah, dengan sesama manusia, makhluk lainnya serta dengan
alam lingkungan. Oleh karena itu, perwujudan dari pribadi muslim yang luhur
berupa tindakan nyata menjadi tujuan dalam aqidah akhlak.
c) Menghindari
diri dari pengaruh akal pikiran yang menyesatkan. Manusia diberi kelebihan oleh
Allah dari makhluk lainnya berupa akal pikiran.
5.
Hubungan
Antara Aqidah dan Akhlak
Dasar
pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah aqidah yang benar terhadap alam
dan kehidupan, karena akhlak tersarikan dari akidah dan pancaran dirinya. Oleh
karena itu, jika seseorang beraqidah dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan
benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah dan melenceng
maka akhlaknya pun tidak akan benar. Aqidah seseorang benar dan lurus jika
kepercayaan dan keyakinannya terhadap Allah juga lurus dan benar.
Adapun
yang dapat menyempurnakan aqidah dengan benar terhadap Allah
adalah beraqidah dengan benar terhadap malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya yang diturunkan kepada para Rasul dan percaya kepada Rasul-rasul
utusan-Nya yang mempunyai sifat jujur dan amanah dalam menyampaikan risalah
Tuhan Mereka. Keyakinan terhadap Allah, Malaikat, Kitab, dan para
Rasul-rasul-Nya berserta syariat yang mereka
bawa disertai dengan keyakinan akan adanya hari Ahkir dan qodha qodar.
6.
Ruang lingkup Mata Pelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah
Mata pelajaran Akidah Akhlak
di Madrasah Ibtidaiyah berisi pelajaran
yang dapat mengarahkan
kepada pencapaian kemampuan dasar peserta
didik untuk dapat memahami rukun iman
dengan sederhana serta pengamalan dan pembiasaan
berakhlak Islami secara sederhana pula, untuk dapat
dijadikan perilaku dalam kehidupan sehari - hari
serta sebagai bekal untuk jenjang pendidikan berikutnya.
Ruang lingkup mata pelajaran Akidah Akhlak di
Madrasah Ibtidaiyah meliputi:
a. Aspek akidah (keimanan) meliputi:
1)
Kalimat thayyibah sebagai materi pembiasaan, meliputi: Laa ilaaha illallaah, basmalah, alhamdulillah, subhanallah, Allahu Akbar, ta’awudz, maasya Allah, assalamu’alaikum, salawat, tarji’, laa haula walaa quwwata illa billah, dan istighfar.
2)
Al-asma’ al-husna sebagai materi pembiasaan,
meliputi: al-Ahad, al-Khaliq, ar-Rahman, ar-Rahiim,
as-Sami’, ar-Razzaaq, al-Mughnii, al-Hamid,
asy-Sakuur, al-Qudduus, ash-Shamad,
al-Muhaimin, al-‘Azhiim, al-Kariim, al-Kabiir, al-Malik,
al-Bathiin, al-Walii, al-Mujiib, al-Wahhab, al-‘Aliim,
ash-Zhaahir, ar-Rasyiid, al-Haadi, as-Salaam, al-Mu’min,
al-Latiif, al-Baaqi, al-Bashiir, al-Muhyi, al-Mumiit,
al-Qawii, al-Hakiim, al-Jabbaar, al-Mushawwir, al-Qadiir, al-Ghafuur, al-Afuww,
ash-Shabuur, dan al-Haliim.
3)
Iman kepada Allah dengan pembuktian sederhana melalui kalimat tayyibah, al-asma’ al-husna
dan pengenalan terhadap shalat lima waktu sebagai manifestasi iman kepada Allah.
4)
Meyakini rukun iman (iman kepada
Allah, Malaikat - malaikat-Nya, Kitab - kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya,
dan Hari akhir serta Qada dan Qadar Allah).
b. Aspek akhlak meliputi:
1) Pembiasaan
akhlak karimah (mahmudah) secara berurutan disajikan
pada tiap semester dan jenjang kelas,
yaitu: disiplin, hidup bersih, ramah, sopan - santun,
syukur nikmat, hidup sederhana, rendah
hati, jujur, rajin, percaya diri, kasih sayang,
taat, rukun, tolong-menolong, hormat dan patuh,
sidik, amanah, tablig, fathanah, tanggung jawab,
adil, bijaksana, teguh pendirian, dermawan, optimis, qana’ah, dan tawakal.
2) Mengindari akhlak tercela (madzmumah) secara berurutan disajikan pada tiap semester dan jenjang kelas, yaitu: hidup kotor, berbicara jorok/kasar, bohong, sombong, malas, durhaka, khianat, iri, dengki, membang
kang, munafik, hasud, kikir, serakah, pesimis, putus asa, marah, fasik,
dan murtad.
c. Aspek adab Islami, meliputi:
1) Adab terhadap diri sendiri, yaitu: adab mandi, tidur, buang air besar
/ kecil, berbicara, meludah, berpakaian, makan, minum,
bersin, belajar, dan bermain.
2) Adab terhadap Allah, yaitu: adab di masjid, mengaji, dan beribadah.
3) Adab kepada sesama, yaitu: kepada orang tua, saudara, guru, teman,
dan tetangga.
4) Adab terhadap lingkungan, yaitu:
kepada binatang dan tumbuhan, di tempat umum, dan di jalan.
d. Aspek kisah teladan,
Aspek
dari kisah teladan meliputi: Kisah Nabi Ibrahim mencari
Tuhan, Nabi Sulaiman dengan tentara
semut, masa kecil Nabi Muhammad SAW, masa
remaja Nabi Muhammad SAW, Nabi Ismail,
Kan’an, kelicikan saudara-saudara Nabi
Yusuf AS, Tsa’labah, Masithah, Ulul Azmi,
Abu Lahab, Qarun, Nabi Sulaiman
dan umatnya, Ashabul Kahfi, Nabi Yunus, dan Nabi Ayub. Materi kisah-kisah
teladan ini disajikan sebagai penguat
terhadap isi materi, yaitu akidah
dan akhlak, sehingga tidak ditampilkan dalam
Standar Kompetensi, tetapi ditampilkan dalam Kompetensi
Dasar dan Indikator.
7.
Model,
Metode dan Pendekatan dalam pembelajaran Akidah Akhlak
a.
Model
pembelajaran Akidah Akhlak
Istilah model dapat diartikan sebagai tampilan grafis, prosedur
kerja yang teratur atau sistematis, serta mengandung pemikiran bersifat uraian
atau penjelasan berikut saran. Uraian atau penjelasan menunjukkan bahwa suatu
model disain pembelajaran menyajikan bagaimana suatu pembelajaran dibangun atas
dasar teori-teori seperti belajar, pembelajaran, psikologi, komunikasi, sistem,
dan sebagainya.[10]
Sedangkan Model
Mengajar menurut Joyce And Weil (2000:13) dalam Sagala (2009:176) adalah
suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan
kurikulum, kursus-kursus, desain dan unit pelajaran dan pembelajaran,
perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, buku-buku kerja, program multimedia,
dan bantuan belajar, melalui program computer.[11]
Soekamto, dkk (dalam Nurulwati, 2000) mengemukakan maksud dari model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Hal ini
sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak bahwa model
pembelajaran memberikan keerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.[12]
Jadi Model
pembelajaran Akidah Akhlak adalah pola atau rencana yang dapat digunakan untuk
mengoperasikan kurikulum, merancang materi pembelajaran dan untuk membimbing
belajar dalam setting kelas atau lainnya dalam menyiapkan dan memberi
pengalaman belajar peserta didik untuk mengenal, memahami menghayati dan
mengimani Allah dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam
kehidupan sehari – hari.
Dalam suatu pembelajaran ada beberapa komponen yang harus diperhatikan oleh
guru untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran diantaranya strategi, pendekatan,
model, metode, maupun tekhnik serta taktik dalam pembelajaran. Begitu pula
dalam pembelajaran aqidah akhlak sangat penting untuk guru memperhatikan
beberapa aspek komponen tersebut.
Para ahli menyusun model pembelajaran
berdasarkan prinsip - prinsip pendidikan, teori- teori psikologis, sosiologis,
psikiatri, analisis sistem, atau teori- teori lain ( Joyce dan Weil,1992),
lebih lanjut Joyce dan Weil mempelajari model – model pembelajaran berdasarkan
teori belajar yang dikelompokkan menjadi 4 model pembelajaran :
1) Model
Interaksi Sosial
Model
interaksi sosial menekankan pada hubungan personal dan sosial kemasyarakatan
diantara peserta didik. Model tersebut berfokus pada peningkatan kemampuan
peserta didik untuk berhubungan dengan orang lain. Model interaksi sosial ini
mencakup strategi pembelajaran sebagai berikut:
a)
Kerja kelompok bertujuan mengembangkan
keterampilan berperan serta dalam proses bermasyarakat dengan cara
mengembangkan hubungan interpersonal dan discovery aktif dalam bidang akademik
b)
Pertemuan kelas bertujuan mengembangkan
pemahaman mengenal diri sendiri dan rasa tanggung jawab baik terhadap diri
sendiri maupun terhadap kelompok
c)
Pemecahan masalah sosial atau inquiry sosial
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah – masalah sosial
dengan cara berpikir logis .
d)
Bermain peran bertujuan untuk memberikan
kesempatan kepada peserta didik menemukan nilai – nilai sosial dan pribadi
melalui situasi tiruan
e)
Simulasi sosial bertujuan untuk membantu
peserta didik mengalami berbagai kenyataan sosial serta menguji reaksi mereka
2) Model
Pemrosesan informasi
a)
Melakukan tindakan untuk menarik perhatian
peserta didik
b)
Memberikan informasi mengenai tujuan
pembelajaran dan topik yang
akan dibahas.
c)
Merangsang peserta didik untuk memulai
aktifitas pembelajaran
d)
Menyampaikan isi pembelajaran sesuai dengan
topik yang
telah dirancang
e)
Memberikan bimbingan bagi aktifitas peserta didik dalam
pembelajaran
f)
Memberikan penguatan pada perilaku pembelajaran
g)
Memberikan feedback terhadap perilaku yang ditunjukkan
peserta didik
h)
Melaksanakan penilaian proses dan hasil
i)
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya
dan menjawab berdasarkan pengalamannya
3) Model
Personal ( Personal models),
Model personal menekankan pada pengembangan konsep diri
setiap individu. Hal ini meliputi pengembangan proses individu dan
membangun serta mengorganisasikan dirinya sendiri. Model ini bertitik tolak dari teori Humanistik, yaitu terorientasi pada pengembangan individu. Perhatian utamanya pada emosional peserta didik dalam
mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Model ini menjadikan pribadi peserta didik mampu
membentuk hubungan harmonis serta mampu memproses informasi secara efektif. Menurut teori ini, guru harus berupaya
menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar peserta didik merasa
bebas dalam belajar mengembangkan diri baik emosional maupun
intelektual .
4) Model
modifikasi tingkah laku (Behavioral)
Model Behavioral menekankan pada perubahan perilaku yang
tampak dari peserta didik sehingga konsisten dengan konsep dirinya. Model ini bertitik tolak pada teori Behavioristik, yaitu bertujuan mengembangkan sistem yang efesien untuk mengurutkan tugas –
tugas belajar dan membentuk tingkah laku dengan cara memanipulasi penguatan implementasi
dari modifikasi tingkah laku ini adalah meningkatkan ketelitian pengucapan pada
anak. Guru selalu perhatian terhadap tingkah laku
belajar peserta didik. Modifikasi tingkah laku anak yang kemampuan
belajarnya rendah dengan reward sebagai penguatan pendukung.[13]
Selain model diatas, Model Pembelajaran
Kooperatif (cooperative learning) dalam materi Aqidah Akhlak juga
dapat digunakan sebagai salah salah satu alternative pilihan dalam
pembelajaran, karena dengan Model Pembelajaran Kooperatif (cooperative
learning) diharapkan akan mampu
menjawab persoalan sosial kemasyarakatan, sekaligus mencegah perlakuan individu
yang bersifat negative yang menimpa manusia masa kini.
Pembelajaran kooperatif, menurut Yatim Riyanto, “Pembelajaran kooperatif
adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik
(academic skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill)
termasuk interpersonal skill”.[14]
Selanjutnya Abuddin Nata menyebutkan bahwa; “Model pembelajaran cooperative
learning adalah model pembalajaran yang terjadi sebagai akibat dari adanya
pendekatan pembelajaran yang bersifat kelompok”.[15]
Model pembelajaran kooperatif ini dapat diaplikasikan
dalam pembelajaran Akhlak. Langkah-langkah dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif adalah berikut ini :
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif.
Fase
|
Tingkah Laku
Guru
|
Fase 1
Menyampaikan
tujuan dan motivasi siswa
|
Guru
menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran
tersebut dan memotivasi siswa belajar
|
Fase 2
Menyajikan
informasi
|
Guru
menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan atau media lainnya
|
Fase 3
Mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok kooperatif
|
Guru
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan kegiatan
secara efisien
|
Fase 4
Membimbing
kelompok bekerja dan belajar
|
Guru
membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
|
Fase 5
Evaluasi
|
Guru
mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
|
Fase 6
Memberikan
penghargaan
|
Guru
menghargai upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
|
b.
Metode
Pembelajaran
Dalam
pelajaran akidah akhlak ada dua jenis
kompetensi untuk diterapkan yaitu mengenal dan
membiasakan. Mengenal merujuk pada ranah kognif aspek analisis, sedangkan
membiasakan juga merujuk pada ranah kognitif aspek penerapan. Kata kerja
membiasakan bisa diganti dengan mendemonstrasikan, karena dengan
mendemonstrasikan anak dituntut untuk dapat memahami, menghayati dan nantinya
dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Bilamana menggunakan kata
kerja membiasakan, pembelajaran di kelas cenderung tidak ada unsur
psikomotoriknya. Jadi, akan lebih baik
menggunakan kata kerja operasional: mendemonstrasikan (psikomotorik-gerakan),
mempraktik- kan (ranah
afeksi-partisipasi), menampilkan (ranah afeksi-partisipasi). Metode
Pembelajaran Bidang Studi Aqidah Akhlak. Dalam menerapkan metode sangat
bergantung pada tujuan, bahan dan pelaksanaan dari pembelajaran itu sendiri.
Beberapa metode pembelajaran yang dapat dipergunakan oleh pengajar antara lain:
1) Metode
Ceramah
Metode
ceramah adalah ”penerangan atau penuturan secara lisan oleh guru terhadap
kelasnya”. Metode ini sering dipergunakan dan dijadikan pilihan utama di dalam
pembelajaran kepada anak didik. Metode ini tepat untuk digunakan dalam
menghadapi siswa yang banyak dan pengajar ingin memberikan topik baru dan tidak
ada sumber-sumber pelajaran lain pada siswa.
2) Metode
Tanya Jawab
Yaitu
suatu metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang
bersifat two way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru
dan siswa.
3) Metode
Diskusi
Menurut
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya dalam bukunya “Strategi Belajar Mengajar”,
diskusi adalah: “Suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah untuk
mengambil kesimpulan. Diskusi tidak sama dengan berdebat, diskusi selalu
diarahkan kepada pemecahan masalah yang menimbulkan berbagai macam pendapat dan
akhirnya diambil suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh anggota dalam
kelompoknya”.
Nana Sudjana memberikan pengertian diskusi adalah “tukar menukar informasi, pendapat, dan unsur-unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu, atau untuk mempersiapkan dan merampungkan keputusan bersama”.
Nana Sudjana memberikan pengertian diskusi adalah “tukar menukar informasi, pendapat, dan unsur-unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu, atau untuk mempersiapkan dan merampungkan keputusan bersama”.
4) Metode
Pemberian Tugas Belajar (Resitasi)
Pemberian
tugas belajar dan resitasi ialah suatu cara mengajar di mana seorang guru
memberikan tugas-tugas tertentu kepada murid-murid, sedangkan hasil tersebut
diperiksa ole guru dan murid mempertanggung-jawabkannya.
5) Metode
Demonstrasi dan Eksperimen
Yaitu
”suatu metode mengajar di mana guru atau orang lain yang sengaja diminta atau
murid sendiri memperlihatkan pada seluruh kelas tentang suatu proses atau suatu
kaifiyah melakukan sesuatu”. Metode ini merupakan metode umum yang sering
digunakan dalam pembelajaran, selain metode-metode tersebut masih banyak
metode-metode lain yang dapat dipakai.
c.
Pendekatan
Pembelajaran Aqidah Akhlak
1) Pendekatan
Keimanan
Yaitu
mendorong peserta didik untuk mengembangkan pemahaman dan keyakinan tentang
adanya Allah Swt sebagai sumber kehidupan.
2) Pendekatan
Pengalaman
Yaitu
mengkondisikan peserta didik untuk mempraktikkan dan merasakan hasil-hasil
pengalaman akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.
3) Pendekatan
Pembiasaan
Yaitu
melaksanakan pembelajaran dengan membiasakan sikap dan perilaku yang sesuai
dengan ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan hadits serta dicontohkan
oleh para ulama.
4) Pendekatan
Rasional
Yaitu
usaha meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran Aqidah dan Akhlak
dengan pendekatan yang memfungsikan rasio peserta didik, sehingga isi dan
nilai-nilai yang ditanamkan mudah dipahami dengan penalaran.
5) Pendekatan
Emosional
Yaitu
upaya menggugah perasaan (emosi) peserta didik dalam menghayati aqidah dan
akhlak mulia sehingga lebih terkesan dalam jiwa peserta didik.
6) Pendekatan
Fungsional
Yaitu
menyajikan materi aqidah dan Akhlak yang memberikan manfaat nyata bagi peserta
didik dalam kehidupan sehari-hari.
7) Pendekatan
Keteladanan
Yaitu
pembelajaran yang menempatkan dan memerankan guru serta komponen madrasah
lainnya sebagai teladan; sebagai cerminan dari individu (siswa) yang memiliki
keimanan teguh dan berakhlak mulia.
8.
Implementasi Pembelajaran Aqidah akhlak di MI
Pendidikan akidah akhlak
pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah ( MI ) terfokus pada bahan – bahan pelajaran
yang dapat mengarahkan pada pencapaian kemampuan dasar peserta didik untuk
dapat memahami rukun iman dengan sederhana serta pengamalan dan pembiasaaan
berakhlak islami secara sederhana, untuk dapat dijadikan landasan perilaku
dalam kehidupan sehari – hari serta sebagai bekal untuk jenjang pendidikan
berikutnya. Mata pelajaran akidah akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang
terpuji melalui pemberian dan pemupukan
pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang
akidah dan akhlak islam.
Adapun materi dan pembelajaran penanaman akhlak
hendaknya menjadi nomor satu. Aqidah yang mengakar menjadi pondasi dan akhlak
yang mendasar menjadi prestasi. Pembelajaran aqidah akhlak, harus diatur
sedemikian rupa untuk dapat menghasilkan produk yang baik. Produk yang baik
bukan hanya secara pengatahuan saja akan tetapi secara aplikasi dilapangan juga
baik.
9.
Karakteristik
dan perkembangan belajar siswa pada Madrasah Ibtidaiyah
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah
“tabiat, sifat-sifat kejiwaan, bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti,
perilaku, personalitas, sifat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah
mempunyai berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan
berwatak”.[16]
Adapun karakeristik dan kebutuhan peserta didik
sebagai berikut:
a. Senang
bermain.
Karakteristik ini menuntut guru SD/MI untuk
melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih – lebih untuk
kelas rendah. Guru SD/MI seyogyanya merancang model pembelajaran yang
memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan
model pengajaran yang serius tapi santai.
b. Senang
bergerak.
Orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan
anak SD/MI dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena
itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak
berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang
lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
c. Senang
bekerja dalam kelompok.
Dari pergaulanya dengan kelompok sebaya, anak
belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar
memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung
pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar
bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga dan
membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang
memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar
keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus
merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar
dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil
dengan anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas
secara kelompok.
d. Senang
merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung.
Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak
SD/MI memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah,
ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Berdasar
pengalaman ini, siswa membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu,
fungsi-fungsi badan, peran jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak
SD/MI, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak
melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang dewasa.
Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan
anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan
lebih memahami tentang arah mata angin, dengan cara membawa anak langsung ke luar
kelas, kemudian menunjuk langsung setiap arah angin, bahkan dengan sedikit
menjulurkan lidah akan diketahui secara persis dari arah mana angin saat itu
bertiup.[17]
10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karakteristik
Belajar Usia MI
a. Faktor
Internal
“Factor internal ini dipengaruhi oleh unsur
kognitif dan fisiologis otak. Kemampuan kognitif merupakan sesuatu yang
fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Aspek kognitif merupakan
sisi internal yang bertanggungjawab atas proses pembelajaran. Dengan kemampuan
kognitif ini anak dipandang sebagai individu yang secara aktif membangun
sendiri pengetahuan mereka tentang dunia.”
a) Karakteristik
anak usia MI secara umum
Piaget memandang, bahwa anak memainkan peran
aktif dalam menyusun pengetahuan dan pemahamannya mengenai realitas. Anak yang
lebih berperan aktif dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh melalui
pengalaman. Piaget percaya bahwa pemikiran anak-anak berkembang berdasarkan
priode-priode yang terus bertambah kompleks. Menurut tahapan piaget, setiap
individu akan melalui serangkaian perubahan kualitatif. Perubahan ini terjadi
karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya
pengorganisasian struktur berfikir.
Perkembangan
kognisi atau intelektual anak berjalan secara gradual, bertahap dan
berkelanjutan seiring bertambahnya umur. Walaupun dalam perkembangan kognisi
pada usia-usia tertentu memiliki pola umum, tetap ada peluang bahwa sebagian
anak menunjukkan perkembangan lebih awal dari pola umum tersebut. Rata-rata
umumnya perkembangan kognisi anak usia MI berkisar antara 6-13 tahun mulai dari
kelas 1 sampai 6. Masa ini diidentifikasi oleh piaget sebagai period ke-3 dari
empat periode schemata kognisi. Keempat priode tersebut adalah:
1) Periode
sensorimotor (usia 0-2 tahun)
2) Periode
praoperasional (usia 2-7 tahun)
3) Periode
operasional konkrit (usia 7-11 tahun)
4) Periode
operasional formal (usia 11 tahun smpai dewasa)
b) Karakteristik
Siswa dari Sisi Fisiologis Otak
“Konsep baru tentang intelegensi dikembangkan
oleh Gardner (1998) yang dikenal dengan multiple intelligences (beragam
kecerdasan). Berkenaan dengan hal tersebut, Gardner menjelaskan bahwa
intelegensi itu merupakan proses mengoperasikan sejumlah komponen dalam
inteligensi yang memungkinkan individu mampu memecahkan masalah, menciptakan
produk dan menemukan pengetahuan baru dalam rentang yang cukup luas.”
b.
Factor External
Factor external ini bisa berupa stimuli dari
luar dirinya. “Menurut Bandura, anak usia tingkat MI cenderung belajar dengan
cara modeling, yaitu mencontoh perilaku orang lain. Melalui interaksi social
anak dapat belajar melalui pengamatan (observation learning).” Maka teori ini
dikenal dengan nama Operant Conditioning.
Ada empat elemen penting yang menurut Bandura
perlu diperhatikan dalam pembelajaran melalui pengamatan yaitu:
a) Atensi
b) Retensi
c) Reproduksi
d) Motivasi
Masa sekolah tingkat SD/MI bisa dibagi menjai
dua fase, yaitu:
a) Masa
kelas-kelas rendah sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah sekitar enam tahun sampai
dengan usia sekitar delapan tahun.
b) Masa
kelas-kelas tinggi sekolah dasar yaitu kira-kira sembilan sampai kira-kira usia
dua belas.
Pada masing-masing fase tersebut memiliki
karakteristiknya masing-masing. Masa-masa kelas rendah siswa memiliki
sifat-sifat khas sebagai berikut:
1) Adanya
hubungan positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan jasmani
dengan prestasi rohani.
2) Adanya
sikap yang cenderung untuk memenuhi peraturan-peraturan permainan yang tradisional.
3) Ada
kecenderungan memuji diri sendiri dan masih ada sifat egosentris.
4) Suka
membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain untuk untuk meremehkan anak
lain.
5) Kalau
tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting.
6) Pada
masa ini anak menghendaki nilai dan angka rapor yang baik tanpa mengingat
apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
7) Kemampuan
mengingat dan berbahasa berkembang sangat cepat dan mengagumkan.
8) Hal-hal
yang bersifat konkrit lebih mudah dipahami daripada yang abstrak.
9) Kehidupan
adalah bermain.
Dibawah ini merupakan karakteristik afektif
umum anak pada fase kelas tinggi, dari kelas tiga sampai kelas enam di sekolah
dasar yaitu:
1) Adanya
minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit.
2) Amat
realistic, ingin tahu dan ingin belajar.
3) Ada
minat terhadap hal-hal atau mata pelajaran khusus.
4) Anak
membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya
dan memenuhi keinginannya.
5) Pada
masa ini anak memandang nilai, terutama angka rapor sebagai ukuran yang tepat
mengenai prestasi belajarnya.
6) Anak-anak
pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya.
7) Peran
manusia idola sangat penting.
Karakteristik umum siswa usia MI di atas tidak
menutup adanya perbedaan-perbedaan tingkat kualitas dan kuantitas kepribadian
siswa. Perbedaan-perbedaan yang biasa ditemui dikelas antara lain:
1) Achievement:
prestasi, kinerja skolastik.
2) Anatomy:
tinggi, berat, dan warna kulit.
3) Emotion:
stabilitas, percaya diri, kebijaksanaan dan ketekunan.
4) Interest:
hobi, sahabat dan aktivitas.
5) Physiology:
kemampuan menyimak, aktivitas visual, dan ketahanan.
6) Pcychology:
kecepatan reaksi, kecepatan asosiasi dan koordinasi.
7) Social
perspectives: suku, politik, agama, dan sikap ekonomi.[18]
11. Ciri Khas Anak Usia SD/MI
1)
Ciri-ciri pada masa kelas-kelas rendah(6/7 –
9/10 tahun) :
a)
Adanya korelasi positif yang tinggi antara
keadaan jasmani dengan prestasi.
b)
Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan
permainan tradisional.
c)
Adanya kecenderungan memuji diri sendiri.
d)
Membandingkan dirinya dengan anak yang lain.
e)
Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal,
maka soal itu dianggap tidak penting.
f)
Pada masa ini (terutama usia 6 – 8 tahun) anak
menghendaki nilai angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya
memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
g)
Hal-hal yang bersifat konkret lebih mudah
dipahami ketimbang yang abstrak.
h)
Kehidupan adalah bermain. Bermain bagi anak
usia ini adalah sesuai yang dibutuhkan dan dianggap serius. Bahkan anak tidak
dapat membedakan secara jelas perbedaan bermain dengan bekerja
i)
Kemampuan mengingat (memory) dan berbahasa
berkembang sangat cepat dan mengagumkan.
2)
Ciri-ciri pada masa kelas-kelas tinggi
(9/10-12/13 tahun) :
a)
Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari
yang konkret.
b)
Sangat realistik, rasa ingin tahu dan ingin
belajar.
c)
Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada
hal-hal atau mata pelajaran khusus sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat
khusus.
d)
Sampai usia 11 tahun anak membutuhkan guru atau
orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya.
Selepas usia ini pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan
berusaha untuk menyelesaikannya.
e)
Pada masa ini anak memandang nilai (angka
rapor) sebagai ukuran tepat mengenai prestasi sekolahnya.
f)
Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain
bersama. Dalam permainan itu mereka tidak terikat lagi dengan aturan permainan
tradisional (yang sudah ada), mereka membuat peraturan sendiri.
Pada masa anak MI merupakan masa dalam tahapan
operasional konkret. Berpikir logis mengenai objek dan kejadian serta bersifat
konkret. Strategi guru dalam pembelajaran pada anak sekolah dasar diusahakan
juga kongkrit yaitu dengan:
a)
Menggunakan bahan-bahan yang konkret, misalnya
barang/benda konkret.
b)
Gunakan alat visual, misalnya OHP/transparan.
c)
Gunakan contoh-contoh yang sudah akrab dengan
anak dari hal yang bersifat sederhana ke yang kompleks.
d)
Menjamin penyajian yang singkat dan
terorganisasi dengan baik.
e)
Berilah latihan nyata dalam menganalisis
masalah atau kegiatan.
[1]
Chabib Thoha (editor), PBM-PAI di Sekolah, Eksistensi dan Proses Belajar
Mengajar Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm.
94-95
[2] Max Darsono, dkk., Belajar dan
Pembelajaran, (Semarang: CV. IKIP Semarang Press, 2000), hlm. 2
[3] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran,
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001), hlm. 57
[5] Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya ,2012)hlm.269
[6] E.
Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Konsep, Karakteristik dan
Implementasi),(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 100
[7] Pupuh
Fathurrahman & M. Sobry Sutikno. Strategi Belajar Mengajar. Bandung :
Aditama, 2007 hal : 7-11
[9] Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta, Pusat Bahasa, 2008 hal. 27
[10]
Dewi Salma Prawiradilaga, Prinsip Dasar
Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Negri Jakarta,2009). Hlm; 33
[11] Suyono dan
Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, ( Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2012),hlm. 19
[14] Yatim Riyanto,
Paradigma Baru Pembelajaran, Sebagai Referensi
Bagi Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2009.
Hlm. 271
[15] Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang
Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.2009 hlm 257
[16] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008 hlm. 683
[17] http://missoul.mywapblog.com/karakteristik-anak-mi.xhtml#_ftn1 di akses sabtu
26-09-2015 14.35 wib
[18]
http://missoul.mywapblog.com/karakteristik-anak-mi.xhtml#_ftn1 di akses sabtu
26-09-2015 14.35 wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar